Kebijakan PSN Papua Selatan Bertentangan dengan Konstitusi serta Cacat Hukum

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, setelah Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) mengatakan bahwa pihaknya telah melepas 474.000 hektar lahan dari kawasan hutan untuk mendukung program swasembada pangan dan energi di Provinsi Papua Selatan, sebagaimana mendapat liputan media nasional (29/9/2025).

Nusron menegaskan lahan yang dilepas sebelumnya berstatus kawasan hutan milik negara dan tidak ada yang bermukim, sehingga merupakan tanah milik negara yang tidak memerlukan prosedur pembebasan tanah.

“Kan ini hutan, punya negara. Nggak ada (pembebasan lahan), belum ada penduduknya, nggak ada yang bermukim di situ”, ujar Nusron.

Sebelumnya (18/9/25), Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 591 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 430 Tahun 2025 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dalam Rangka Review Rencana Tata Ruang wilayah Provinsi Papua Selatan, yang menetapkan penambahan luas areal Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan/ Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 486.939 ha untuk mendukung Percepatan Pembangunan Kawasan Swasembada Pangan, Energi dan Air Nasional, Provinsi Papua Selatan.

Pandangan dan kebijakan pejabat negara ini mengungkapkan masih berakarnya praktik kolonialis sebagaimana doktrin ‘terra nulius’, doktrin Tanah Kosong yang digunakan kolonial Eropa untuk merampas, menduduki dan menguasai tanah masyarakat adat guna perluasan daerah koloni. Doktrin Tanah Kosong senafas dengan ketentuan kolonial Belanda ‘domein verklaring’ yang menyatakan bahwa semua tanah yang orang lain tidak dapat membuktikan tanah miliknya berdasarkan hukum barat, menjadi tanah milik negara.

Negara paling kuasa menentukan kebijakan penetapan perubahan status peruntukan kawasan hutan dan pemberian izin perolehan dan pemanfaatan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) pengembangan kawasan pangan, energi dan air di Papua Selatan, dengan dalil tidak ada penduduk, tidak ada pemukiman dan klaim ‘Tanah Milik Negara’, yang sejalan dengan doktrin Tanah Kosong dan hukum kolonial Domein Verklaring.

Kami Solidaritas Merauke menyatakan Protes Keras atas intensi kebijakan dan tindakan negara atas dasar Tanah Milik Negara telah merampas dan membatalkan kedaulatan dan hak masyarakat adat. Bahwa Papua Bukan Tanah Kosong, bahwa setiap jengkal tanah, hutan, savana, rawa-rawa dan perairan di Tanah Papua, dikuasai dan dimiliki masyarakat adat, berdasarkan ketentuan norma adat dan tradisi, yang diwariskan para leluhur. Hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumber daya tidak bisa menggunakan pandangan formalistik negara dan dokumen kepemilikan saja.

Intensi kebijakan dan tindakan perampasan tanah adat dan klaim tanah milik negara merupakan perbuatan melawan hukum konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan. Negara mengabaikan kewajibannya untuk mengakui, menghormati dan melindungi hak masyarakat adat sebagaimana Pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang sudah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, jelas mengatur pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya, termasuk hak atas tanah, hak untuk membuat keputusan dan kesepakatan penyerahan dan pemanfaatan tanah.

Aksi protes Solidaritas Merauke menolak kebijakan PSN Pangan, Energi, dan Pertahanan di Papua Selatan.

Kami juga mendiskusikan dan menganalisis percepatan proses hingga penerbitan berbagai kebijakan yakni Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 591 Tahun 2025, Ranperda RTRW Provinsi Papua Selatan, Persetujuan Bersama Gubernur Papua Selatan dan DPRD Provinsi Papua Selatan dan Pembahasan Lintas Sektor oleh Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk Persetujuan Substansi Tata Ruang Provinsi Papua Selatan, dilakukan secara kilat, senyap dan tidak ada partisipasi bermakna yang melibatkan masyarakat adat, serta tidak mendapatkan persetujuan yang bebas oleh masyarakat adat sebagaimana Prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent).

Masyarakat adat Malind Anim, Makleuw, Khimahima, Yei, di Kabupaten Merauke, Suku Wambon Kenemopte dan Awyu, di Kabupaten Boven Digoel, yang berdiam dan memiliki wilayah adat pada kawasan hutan, tidak dilibatkan dan tidak mengetahui keputusan tersebut. Berkali-kali mereka menyuarakan penolakan terhadap PSN Merauke, namun pemerintah mengabaikan tuntutan dan suara masyarakat adat, tidak ada gerakan kilat pemerintah untuk menanggapi dan mengupayakan pemenuhan penghormatan dan perlindungan terhadap hak hidup masyarakat adat,  hak hidup bebas, damain dan aman, hak atas tanah, wilayah dan sumber daya, hak atas pangan, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak perempuan dan anak, hak atas pembangunan.

Kebijakan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dari Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi yang dapat Dikonversi menjadi Areal Penggunaan Lain seluas 486.939 dan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Selatan, justru ditujukan untuk mengakomodasikan kepentingan proyek komersial, perluasan modal dan lahan usaha dengan mengatasnamakan PSN Pengembangan Kawasan Pangan dan Energi, yakni: (1) proyek cetak sawah baru ; (2) pengembangan perkebunan dan industri minyak kelapa sawit ; (3) pengembangan perkebunan dan tebu dan industri bioethanol ; (4) peternakan hewan ; (5) industri amunisi propelan ; (6) dermaga  dan bandara, termasuk landasan pacu pesawat tempur ; (7) sarana dan prasarana lainnya.

Kami, Solidaritas Merauke, menyatakan menolak sepenuhnya akal bulus perampasan kekayaan rakyat dan penghancuran lingkungan hidup lewat berbagai dalil kebijakan peraturan, keputusan perubahan peruntukkan kawasan hutan, revisi tata ruang wilayah (RTRW), perizinan usaha, atas nama Proyek Strategis Nasional dan Swasembada Pangan, Energi dan Air Nasional.

Kami menuntut pemerintah untuk menghentikan total kebijakan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, revisi RTRW Provinsi Papua Selatan dan izin usaha untuk Proyek Strategis Nasional serta proyek-proyek atas nama kepentingan proyek strategis nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat dan lingkungan hidup.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *