Posts

Para Puan dari Kalimantan: Lahan Masyarakat Bukan Untuk Ditambang

Lahan-lahan masyarakat di Kalimantan, khususnya di Barito Timur, Kalimantan Tengah, kini dalam ancaman industri ekstraktif pertambangan. Wilayah-wilayah masyarakat yang dulu dijadikan sebagai lahan garapan atau ladang pertanian semakin terdesak akibat maraknya jual beli lahan yang diperuntukan untuk aktivitas pertambangan. 

Di Barito Timur sendiri, setidaknya ada 5 desa yang masuk dalam desa-desa lingkar tambang. Desa-desa itu antara lain; Desa Didi, Pianggu, Tangkan, Bamban, dan Matarah. Lima desa ini yang terancam industri ekstraktif pertambangan. 

Padahal sebelum hadirnya tambang, masyarakat hidup berkecukupan dengan sumber dayanya yang ada. Humus tanah yang subur membuat ladang pertanian dan perkebunan memenuhi sumber pangan untuk rumah tangga masyarakat. 

Kelompok Ibu-ibu sangat bersemangat menggarapa lahan pekarangan mereka untuk ditanami bibit lokal sebagai sumber pangan masyarakat.

Mereka yang terdampak ini mayoritas Suku Dayak Ma’anyan, yang kesehariannya sebagai petani dan pekebun. Namun, pola kehidupan mereka berubah sejak masyarakat mulai melakukan transaksi jual beli lahan untuk dijadikan lokasi pertambangan. Dan saat itulah kehidupan masyarakat yang ada di lima desa di lingkar tambang ikut berubah. 

Melihat ada ancaman terhadap ruang hidupnya, kelompok perempuan di Barito Timur secara sepakat mengampanyekan tolak aktivitas tambang demi keberlanjutan lingkungan, pangan lokal, dan kehidupan masyarakat desa.

Kampanye ini juga mempertegas bahwa keberadaan perempuan dalam menjaga lingkungan ialah satu hal yang penting. Apalagi dalam ruang lingkup kehidupan sosial. 

Gerakan yang dibangun oleh kelompok perempuan ini dengan mulai mengolah kembali lahan-lahan yang tersisa, seperti lahan pekarangan yang jarang dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan dapur.

Kelompok perempuan dari Barito Timur meyakini, menjual lahan untuk aktivitas pertambangan sama saja mematikan roda kehidupan masyarakat desa, sedangkan mulai mengolah lahan-lahan dari pekarangan rumah warga dapat menjamin sumber penghidupan masyarakat .

Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah mulai menanam kembali bibit lokal di pekarangan. Lahan pekarangan dipilih untuk ditanami karena secara wilayah belum dikuasai oleh tambang.

Mengolah kembali pekarangan rumah untuk sumber pangan merupakan bagian dari kegiatan agroekologi yang didukung langsung oleh Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan. JPIC sendiri adalah sebuah organisasi lembaga pengembangan dan pengorganisasaian masyarakat di Kalimantan yang mengangkat isu identitas dan mata pencaharian masyarakat. Prinsip yang digunakan adalah memperjuangkan keadilan, kedamaian, terciptanya integritas dan kelestarian lingkungan. Advokasi yang dilakukan JPIC juga berfokus pada berbagai isu, seperti tambang, sawit, hingga isu sosial seperti manajemen pertanian di struktur masyarakat adat maupun masyarakat lokal.