Posts

Tiga Desa Di Kabupaten Seruyan Sepakat Menolak Calon Lahan Plasma dari PT WSSL

Akhir Oktober tahun 2023 adalah bulan-bulan yang kelam bagi warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Konflik antara masyarakat dan perusahaan sawit memuncak. Masyarakat menuntut hak-hak atas lahan dan plasma kepada pihak perusahaan. Namun, aksi masyarakat itu dihadang dengan segala bentuk tindakan kriminalisasi oleh arapat kepolisian yang berujung adanya penembakan dan menyebabkan korban berjatuhan sampai meninggal dunia.

Konflik masyarakat dengan perusahaan sawit tidak hanya terjadi di Desa Bangkal, hal serupa juga terjadi di Desa Paring Raya, Parang Batang, dan Tanjung Hanau. Warga dari tiga desa ini menerima kabar mengenai tindak lanjut pembangunan plasma dari salah satu perusahaan bernama PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) yang menduduki daerah sekitar tiga desa lingkar perkebunan PT WSSL.

Kabar tersebut tertulis dalam “Keputusan Bupati Seruyan Nomor 100.3.3.2/90/2023 Tentang Calon Lahan Kebun Masyarakat Atas Nama Koperasi Hanau Lestari Sejahtera Kecamatan Hanau Kabupaten Seruyan Bermitra Dengan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Wana Sawit  Subur Lestari”.

Peta rencana calon lahan PT WSSL yang dikeluarkan Pemkab Seruyan melalui Surat Keputusan Bupati Seruyan Nomor 100.3.3.2/90/2023

Mengetahui keputusan yang dikeluarkan pemerintah Seruyan pada akhir tahun 2023 tersebut, Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) bersama PROGRESS Palangkaraya menginisiasi pertemuan dan berdiskusi dengan masyarakat dari ketiga desa yang akan terdampak. Setelah dianalisa dan didiskusikan bersama dengan masyarakat desa masing-masing, rencana pembangunan bakal calon lahan banyak mengalami tumpang tindih dengan area hidup dan tata guna lahan desa.

“Coba ikau pikir mau di mana lagi bangun plasma. Tanah desa sini sudah habis,” kata Umar, warga Desa Parang Batang.

Setelah mendapatkan kabar itu, warga Desa Paring Raya langsung membuat pemetaan desa dan ketika disandingkan dengan peta dalam keputusan Bupati Seruyan, ditemukan area calon lahan kebun masuk dalam pemukiman warga dan kebun masyarakat.

“Kita ini bukan lagi meminta plasma, justru kami ini menuntut hak plasma yang  di dalam kebun perusahaan,” ujar Endang, warga dari Tanjung Hanau.

Di Desa Parang Batang yang lebih bermasalah, calon lahan kebun itu berada di lokasi lahan plasma yang akan dibangun infrastruktur seperti fasilitas umum, pemukiman, dan kebun masyarakat. Sedangkan untuk Desa Tanjung Hanau area plasma nantinya akan menggusur pemukiman dan kebun masyarakat desa. Artinya rencana pembangunan plasma sebelum diterbitkannya peraturan, tidak melakukan pengecekkan lapangan dengan masyarakat yang ada di tiga desa terdampak.

“Pemukiman warga tabunan ikut kena kalau itu (surat keputusan bupati) jadi,” tegas Adri, Desa Tanjung Hanau.

Melihat permasalahan mereka hadapi, tiga desa terdampak ini sepakat membuat pertemuan dengan setiap masing-masing pemerintah desa dan membuat musyawarah untuk mengirim setiap perwakilannya. Musyarah dengan seluruh warga desa dan calon petani dilakukan untuk menentapkan poin-poin dan kesepakatan bersama untuk dituangkan dalam laporan keluhan ke Pemerintah Daerah Seruyan.

Tim YMKL dan Progress melakukan audiensi dengan pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) terkait surat keputusan Bupati Seruyan dan mendampingi perwakilan masyarakat desa dalam memasukan hasil musyawarah antar tiga desa ke pihak DKPP. Progress/Dokumentasi

Masyarakat yang hadir dalam pertemuan tidak hanya didomimasi oleh laki-laki, tapi juga turut melibatkan peran perempuan dalam musyawarah tersebut. Alhasil, dari musyawarah yang dilakukan ini menghasilkan surat kesepakatan bersama dengan tegas “Menolak Calon Lahan Plasma” yang dikeluarkan melalui keputusan bupati dan secara sepakat juga menuntut kejelasan hak plasma dari dalam kebun inti perusahaan PT WSLL.

Setelah menarik garis besar permasalahan dari setiap desa, masing-masing desa bersama-sama membuat keluhan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Seruyan Nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Data Konflik Usaha Perkebunan, dan Peraturan Bupati Nomor 48 tahun 2022 tentang Pedoman Penanganan Konflik Usaha Perkebunan Kelapa Sawit. Tiga desa yang tercantum berkumpul dan membuat berita acara menolak Surat Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/90/2023.

Artinya, penanganan permasalahan terkait konflik perkebunan telah diatur dalam kebijakan pemerintah daerah dan menjadi pegangan kebijakan antara masyarakat dan perusahaan untuk menyelesaikan konflik atau permasalahan yang sedang berlangsung.

Laporan keluhan dari masyarakat desa itu kemudian diserahkan ke Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Seruyan yang befungsi sebagai kantor pusat sekratariat Pendekatan Yurisdiksi untuk sawit berkelanjutan (17/07). Laporan keluhan itu diterima langsung oleh Agus Sulino, perwakilan dari DKPP. Pihak DKPP menyampaikan bahwa pengeluaran surat ini sepenuhnya di bawah kuasa dinas bagian Perekonomian Seruyan dan dianjurkan untuk mengadu ke kantor dinas tersebut.

Lalu, laporan keluhan itu diajukan ke Bidang Perekonomian lebih khususnya Bidang Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Seruyan yang diwakili langsung oleh Ibu Sarinah. Tanggapannya bahwa saat ini dinas belum sepenuhnya memberlakukan Peraturan Bupati yang baru dan masih berpedoman pada peraturan provinsi. Masyarakat harus membuat surat resmi kepada Bupati yang harus disertakan kop dari pemerintah desa, sehingga berita acara yang dibuat sesuai dengan peraturan gubernur untuk pengaduan bisa diterima.

Laporan keluhan masyarakat tentang calon lahan PT WSSL diterima langsung oleh Pemerintah Daerah Seruyan. YMKL/Dokumentasi.

Mendengar arahan dan petunjuk tersebut, perwakilan masyarakat dari ketiga desa ini bergegas membuat surat resmi dan di tandatangani langsung oleh salah satu pemerintah desa yang hadir saat laporan keluhan itu dimasukan. Setelah membuat surat resmi, akhirnya Dinas Bidang Perekonomian menerima surat dan laporan keluhan dari masyarakat.

 

Sebagai catatan:

Waktu pada saat artikel ini ditulis dan dipublikasikan, (28/08), masyarakat masih menunggu tindak lanjut untuk peninjauan kembali dan dilaksanakannya pemetaan lapangan yang lebih partisipatif dengan masyarakat di tiga desa.

 

 

Siaran Pers: Masifnya Aksi – Aksi Masyarakat Hingga Jatuhnya Korban di Tengah Penerapan Sertifikasi berbasis Yurisdiksi untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Seruyan

Untuk mempercepat pencapaian menjadi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan agar menurunkan angka deforestasi dan konflik sosial, langkah yang diambil pemerintah daerah di Seruyan adalah dengan menerapkan pendekatan berbasis yurisdiksi (jurisdictional approach) sebagai bagian integral dari pola pembangunan berlanjutan. Penyelesaian masalah antara perusahaan dan masyarakat berbasiskan peran aktif pemerintah daerah menjadi fokus dalam pendekatan yurisdiksi ini, dan untuk memperkuat posisinya melalui pembuat aturan/kebijakan yang diperlukan dalam menyikapi banyak persoalan dalam wilayah teritorialnya.

Seruyan telah ditunjuk sebagai wilayah percontohan penerapan metode ini sejak 2015. Akan tetapi dalam prosesnya hingga sekarang masih banyak konflik yang terjadi. Legalitas lahan sebagai pijakan dasar dalam setiap proses pembangunan tercipta dari praktik buruk peruntukan dan pengelolaan kawasan secara sepihak dan kerap mengabaikan hak masyarakat dan lingkungan di dalamnya sehingga berkontribusi besar bagi lahirnya konflik sosial. Oleh karena itu, prioritas penyelesaian legalitas lahan harusnya diletakkan pada pemberian dan perlindungan hak masyarakat atas tanahnya. Selain dapat mengurangi konflik, prioritas tersebut akan berdampak langsung pada penurunan laju deforestasi dalam suatu kawasan.

Penetapan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Data Konflik Usaha Perkebunan di Desa dan Peraturan Bupati Nomor 48 tahun 2022 tentang Pedoman Penanganan Konflik Usaha Perkebunan adalah upaya pendekatan yurisdiksi lain yang ditempuh pemerintah daerah Seruyan dalam menyelesaikan konflik.

Dalam kurun satu tahun ini saja banyak terjadi aksi – aksi masyarakat yang menuntut hak dari masyarakat salah satunya adalah plasma 20% hal ini dilakukan karena masyarakat merasa sudah terlalu lama pelanggaran – pelanggaran yang di lakukan oleh perusahaan terhadap masyarakat seperti tidak adanya FPIC, ganti rugi yang tidak adil, penyerobotan lahan, tidak di penuhinya kewajiban atas plasma 20%, dll. Seperti yang terjadi di PT. Tapian Nadenggan (Sinarmas Group), PT. BJAP (Bangun Jaya Alam Permai – Best Group), PT. Mustika Sembuluh (Wilmar Group) dan saat ini juga terjadi di PT. HMBP I (Hamparan Masawit Bina Persada I – Best Group). Sayangnya aksi – aksi masyarakat selalu dihadapkan dengan intimidasi dan represifitas oleh pihak aparatur negara.

Djayu Sukma Ifantara dari Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) sedang memfasilitasi acara media briefing “Penerapan Sertifikasi berbasis Yurisdiksi untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Seruyan”. Dokumentasi/YMKL

Aksi represifitas (7 Oktober 2023) yang terjadi di PT. HMBP I, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan antara masyarakat Desa Bangkal dengan pelibatan aparatur negara justru berakhir dengan penembakan yang menyebabkan Gijik (35 tahun) meninggal dunia tertembak di dada di lokasi aksi saat hendak menolong temannya, Taufik Nurahman (21 tahun) yang tertembak di bagian pinggang dan harus di rawat intensif di RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya dan akan di rujuk di RSUD Ulin di Banjarmasin Kalimantan Selatan dengan alasan keterbatasan peralatan untuk melakukan operasi serta adanya lebih dari 20 warga yang di tangkap. Sebelum terjadinya aksi penembakan, sebelumnya juga terjadi aksi – aksi yang kemudian menimbulkan bentrokan karena tidak di berikannya tuntutan masyarakat atas plasma 20% oleh Perusahaan. Tidak

Dilaksanakannya bentrok pertama terjadi pada 21 September 2023, saat itu warga ditembaki dengan gas air mata hingga menyebabkan reaksi spontanitas masyarakat hingga terjadi pembakaran terhadap fasilitas perusahaan. Bentrok kedua terjadi pada 23 September 2023 malam, di mana kejadian itu menyebabkan dua warga mengalami luka-luka akibat bentrok dengan aparat kepolisian.

Hal ini terjadi lantaran perjuangan yang telah dilakukan masyarakat tidak kunjung dilaksanakan oleh Perusahaan. Pada 16 September 2023, terjadi mediasi antara perusahaan dengan masyarakat dengan kesepakatan pertama, pihak perusahaan bersedia untuk memberikan kebun plasma dalam bentuk alokasi dana plasma senilai luas kebun lebih kurang 235 hektar. Kedua, jumlah luasan yang belum dapatkan Hak Guna Usaha (HGU) seluas lebih kurang 1.175 hektar sudah termasuk 235 hektar yang akan dibayarkan terlebih dahulu. Ketiga, perusahaan bersedia untuk memberikan kegiatan usaha produktif yang difasilitasi PT HMBP I bersama pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perusahaan juga memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat di luar izin HGU perusahaan. Besaran pembagian Dana Alokasi Plasma untuk masing-masing desa sasaran penerima manfaat selanjutnya ditetapkan melalui kesepakatan tingkat desa untuk menjadi penetapan tingkat kecamatan. Dana alokasi plasma yang awal kurang lebih 235 Ha akan diusulkan menjadi kurang lebih 500 Ha dengan pembagian Desa Bangkal kurang lebih 300 ha. Desa Terawan kurang lebih 100 Ha, dan Desa Tabiku kurang lebih 100 Ha.

Kami menilai bahwa represifitas yang dilakukan oleh aparatur negara yang seharusnya melindungi masyarakat merupakan pelanggaran HAM. Terutama karena apa yang dilakukan oleh masyarakat merupakan perjuang dari masyarakat untuk memperoleh hak – haknya. Harapan atas penerapan pendekatan yurisdiksi oleh pemerintah daerah Kabupaten Seruyan kami pandang sangat penting dan harus segera dilaksanakan dengan tegas, sebagai Upaya untuk mensejahterakan masyarakat dan menyelesaikan konflik di perkebunan.

Maka dari itu kami dari PROGRESS dan YMKL menyatakan sikap :

  1. Mengutuk tindakan represif dan penembakan terhadap warga Bangkal yang diduga dilakukan oleh oknum aparat
  2. Meminta Kepolisian untuk menarik mundur aparat kepolisian dari desa
  3. Mendesak Presiden RI dan Kapolri memerintahkan untuk segera mengusut tuntas secara transparan dan menindak tegas oknum yang diduga melakukan penembakan.
  4. Mendesak Pemerintah untuk mencabut izin HMBP yang menjadi sumber konflik.
  5. Mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agrarian yang terjadi di desa
  6. Meminta RSPO untuk meninjau ulang dan menghentikan sementara proses Sertifikasi Yurisdiksi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
  7. Kepada semua pembeli dan juga retail untuk menghentikan pembelian minyak sawit dari Kabupaten Seruyan sampai semua investigasi terhadap penembakan warga Bangkal yang kuat diduga dilakukan oleh aparat keamanan dan tuntutan masyarakat desa Bangkal terselesaikan dan dilaksanakan secara

Narahubung :

Kartika Sari – Progress Kalimantan Tengah (081258028820)

Djayu Sukma Ifantara – Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (081327841074)